Selasa, 27 April 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL1.1 Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Salam dan Bahagia Perkenalkan saya Ni Nengah Budiasih, CGP dari Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, kali ini saya akan menyampaikan kesimpulan dan refeksi pemikiran Ki Hajar Dewantara. Sebelum saya membaca modul1.1 ini, saya merasa pengetahuan saya tentang pendidikan sudah matang mengingat masa kerja yang saya miliki sudah banyak, ternyata saya keliru, banyak sekali konsep-konsep pendidikan yang belum saya pahami,seperti halnya konsepAmong, trikon, maupun tri pusat pendidikan serta trilogi pendidikan. melalui kesempatan ini, saya ingin berbagi dengan teman-teman pendidik maupun masyarakat umum tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam hal pendidikan. Ki Hajar Dewantara mendefinisikan Pendidikan sebagai proses memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hajar Dewantara (KHD) memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab, maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Proses pendidikan diibaratkan seperti seorang petani dengan tanaman padi yang ia tanam. Sang petani tidak akan mampu mengubah kodrat tanaman padi tersebut menjadi tanaman jagung. Ia hanya mampu memelihara dan merawat tanaman padi tersebut tumbuh subur menghasilkan panen yang berkwalitas unggul. Sama halnya dengan murid, seorang guru tidak bisa memaksa murid tersebut berubah menjadi apa yang diinginkan oleh guru maupun orang tua. Terkait hal ini Ki Hadjar Dewantara menerapkan sistem among, yaitu memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar mengenai sesuatu yang baik berdasarkan pengalamannya sendiri. Namun berada dalam pengawasan guru. Bagi KI Hajar Dewantara sebagai pendidik pertama-tama fungsinya adalah sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, KI Hajar memaknai sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan sistem among dengan gambaran bahwa guru harus berfikir, berperasaan, dan bersikap. Bagi Ki Hadjar Dewantara guru memiliki peranan penting dalam mendidik anak sehingga memiliki kualitas terbaik yang diharapkan. Hal ini juga digambarkan K.I Hajar Dewantara dalam semboyan Ing Ngarsa Sung Tulada, berarti ketika pendidik berada di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh dengan tindakan yang baik, kemudian pendidik membangun suatu etos kerja yang positif yaitu menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Tut Wuri Handayani, dari belakang seorang pendidik harus dapat memberikan dorongan dan arahan. Kemudian, Ing Madya Mangun Karsa pada saat di antara peserta didik, pendidik harus menciptakan prakarsa dan ide. Konsep pendidikan Among Ki Hadjar Dewantara ditawarkan sebagai solusi terhadap distorsi-distorsi pelaksanaan pendidikan akibat pengaruh globalisasi informasi dan teknologi yang pesat dan massive serta sulit dibendung. Ki Hadjar Dewantara mengatakan hendaknya usaha kemajuan dalam pendidikan ditempuh melalui petunjuk TRIKON, yaitu kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri, konvergen dengan alam luar, dan akhirnya bersatu dengan alam universal, dalam persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian sendiri. Konsep kontinyu ini mengandung makna bahwa kondisi yang baik tidak bisa terwujud dengan sekali tindakan melainkan memerlukan perencanaan yang matang dan usaha yang berkelanjutan untuk terus berkembang nilai-nilai kebaikan. Konvergen. Artinya pengembangan yang dilakukan dapat mengambil dari berbagai sumber di luar, bahkan dari praktik pendidikan di luar negeri. Seperti yang dilakukan oleh Ki Hadjar ketika mempelajari berbagai praktik pendidikan dunia misalnya Maria Montessori, Froebel dan Rabindranath Tagore. Praktik-praktik tesebut dapat kita pelajari untuk nantinya disesuaikan dengan kebutuhan yang kita miliki sendiri. Saat ini teknologi informasi telah sedemikian canggih sehingga guru atau kepala sekolah dapat mempelajari berbagai kemajuan pendidikan dari mana saja dan kapan saja. Konsentris. Artinya pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri. Tujuan utama pendidikan adalah menuntun tumbuh kembang anak secara maksimal sesuai dengan karakter kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu meskipun Ki Hadjar menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain, namun tetap semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai pusatnya. Selain menerapkan konsep Among dan trikon dalam proses pendidikan, konsep budi pekerti juga mendasari pemikiran Ki Hajar Dewantara. Beliau menyebutkan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. unsur-unsur tersebut dalam Taman siswa tidak boleh dipisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya Terciptanya budi pekerti luhur merupakan harapan besar dari setiap pendidik maupun orang tua peserta didik. tetapi pembentukan dan pembinaan akhlak atau budi pekerti merupakan tugas dan tanggung jawab yang sangat besar bagi setiap pendidik. untuk membentuk dan membina budi pekerti yang baik itu diperlukan adanya metode yang efektif agar tujuan pendidikan yaitu terbentuknya budi pekerti luhur itu dapat tercapai. Tujuan pendidikan ini juga tertuang dalam program Kemendikbud yakni membuat kurikulum pendidikan berbasis pancasila yang diberi nama Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila ini terdiri dari enam fokus antara lain Beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia yang terdiri dari lima elemen yaitu akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam dan akhlak bernegara. Selanjutnya adalah berkebhinekaan global, artinya pelajar Indonesia walaupun bersaing hingga taraf internasional tetapi juga harus mengimplementasikan budaya luhur bangsa dan nilai-nilai yang menjadi pedoman bangsa. Bergotong royong adalah adalah salah satu fokus profil pelajar pancasila selanjutnya, Gotong royong merupakan budaya Indonesia dari zaman dahulu. Dalam hal ini diharapkan pelajar Indonesia memegang sifat gotong royong dalam dirinya, karena dengan gotong royong maka kita bisa menyelesaikan masalah negara bersama-sama. Selanjutnya adalah mandiri. Apabila sebelumnya kita dituntut untuk bergotong royong, maka kita juga perlu mengimbangi dengan cara menumbuhkan rasa mandiri untuk tetap percaya kepada diri kita bahwa kita mampu untuk melakukannya terlebih dahulu baru apabila mendapati kendala kita dapat meminta tolong kepada orang lain. Selanjutnya adalah bernalar kritis. Ciri pelajar pancasila yang diharapkan adalah kemampuan untuk selalu kritis dalam menghadapi keterbukaan informasi yang cepat yang keabsahannya dipertanyakan. Apabila tidak berpikir kritis, informasi yang tidak benar bisa menjadi boomerang untuk pelajar pancasila. Terakhir adalah kreatif, dalam menjawab tantangan cepatnya perkembangan zaman selain kita dituntut untuk adaptif kita juga harus imbangi dengan kreatif. Dengan kreatif kita tidak hanya akan menjadi pengikut yang pasif tetapi kita juga bisa menjadi pelajar yang aktif dalam menciptakan inovasi-inovasi yang baru. Untuk mewujudkan profil pelajar pancasia itu, Ki Hadjar Dewantara mengajukan beberapa konsep pendidikan yang salah satunya adalah Tri Pusat Pendidikan: (1) pendidikan keluarga; (2) pendidikan dalam alam perguruan; dan (3) pendidikan dalam alam pemuda atau masyarakat. Sejatinya pendidikan berlangsung setiap saat,dimana saja, dan dengan siapa saja. Dan sebelumanak mengenyam pendidikan di sekolah, mereka sejaklahir sudah digembleng dalam keluarga, dan di masyarakat. Teman-teman yang Budiman, setelah saya embaca dan memahami isi modul 1.1, saya sadar akan kekurangan saya, dan bersedia untuk berubah menjadi lebih baik dengan menerapkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan selama pendidikan CGP ini. Hal-hal yang jelas yang akan sedang saya siapkan adalah menerapkan konsep-konsep pendidikan buah pikiran Ki Hajar Dewantara di kelas-kelas yang saya ajarkan. Seperti memberikan kebebasan kepada murid saya untuk memilih cara belajar yang merwka sukai sehingga kebahagiaan anak menjadi tujuan dari pendidikan yang saya lakukan.Berusaha menerapkan sistem Among dalam pendidikan di mana guru dengan tulus iklas dan penuh kasih saying mendampingi tumbuh kembang murid. Menjunjung tinggi ketiga semboyan Ki Hajar Dewantara, yakni Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Memperhatikan konsep trikon dalam pelaksanaan pendidikan, serta mengembangkan budi pekerti berbasis kebudayaan lokal untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Semua pemikiran Ki Hajar Dewantara ini harus sudah tercermin dalam desain pembelajaran yang saya buat, dan tentunya saya laksanakan di kelas-kelas yang saya ajar. Demikian yang bisa saya sampaikan mengenai koneksi materi modul 1.1, Akhir kata, saya tutup dengan permohonan maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan.