Rabu, 23 Juni 2021

Refleksi Terbimbing Modul 1.3 Budaya Positif

Refleksi Terbimbing Modul 1.3 Budaya Positif CGP.Ni Nengah Budiasih SMA Negeri 1 Ubud Kabupaten Gianyar 1. Apa Kekuatan dan kelemahan saya dalam menerapkan budaya positif di sekolah/kelas? Kekuatan yang saya miliki untuk menerapkan budaya positif di sekolah/kelas,antara lain komitmen untuk bekerja keras, memiliki kepercayaan diri, dan bertanggungjawab pada pekerjaan. Profesionalitas saya sebagai seorang guru dapat dilihat dari sikap komitmen saya terhadap pekerjaan dan sekolah tempat saya mengajar. Komitmen seorang guru pada sekolahnya bisa dilihat dari tiga indikator, yakni sangat mempercayai sekolah tempatnya mengajar, sangat ingin memajukan sekolah tempat dia bekerja, dan dia akan sangat berkeinginan untuk terus mendedikasikan keahliannya di sekolah tempat dia bekerja. Ketiga indikator komitmen itu ada pada diri saya sebagai guru di SMA Negeri 1 Ubud. Selain memiliki komitmen di atas, saya juga memiliki sifat profesional dalam kepribadian sebagai guru,seperti: rasa percaya diri, yang ditandai antara lain, memiliki motivasi yang kuat untuk berprestasi, memiliki emosi yang stabil, tidak meledak-ledak, bisa bekerjasama dengan orang lain, dan selalu mampu memberi jalan keluar untuk setiap persoalan yang dihadapi dalam kelompoknya. Kemudian seorang guru dengan kerpibadian yang baik dan memiliki rasa percaya diri harus memperlihatkan cara berfikir yang selalu positif, selalu berkeinginan keras untuk memajukan sekolahi, siap menghadapi risiko, dan selalu sehat, ceria dan energetik. Selain komitmen dan kepercayaan diri, saya juga memiliki nilai positif,yaitu bertanggungjawab. Bertanggungjawab terhadap tugas-tugas yang dipercayakan oleh atasan dengan berusaha keras menyelesaikannya tepat waktu dengan hasil yang optimal untuk bisa dipercaya oleh atasan, teman, maupun murid. Ketiga bentuk komitmen yang tersebut di atas adalah asset untuk mengembangkan budaya positif di sekolah/kelas. Budaya positif yang ingin saya kembangkan disekolah saya,seperti; Berpikir kritis dalam memecahkan masalah, 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan Santun), Disiplin, Hargai waktu, Berintegritas, Belajar dengan aktif, kreatif,dan inovatif, dan Cintai lingkungan. Untuk kelemahan yang saya miliki dalam mengembangkan budaya positif di sekolah/kelas, antara lain; inkonsistensi tindakan, tindak lanjut Tindakan yang tidak holistic, serta minimnya pendanaan terhadap kegiatan penerapan budaya positif. Terkait inkonsistensi Tindakan,saya merasakan saya mudah menyerah jika saya tidak dapat mempertahankan pihak-pihak terkait tetap berada pada kontrolsaya. Dengan kata lain saya mudah terpengaruh oleh sikap pasif /penolakan pihak lain. Saya belum memiliki keteguhan hati yang baik untuk berjuang tanpa dukungan teman-teman sejawat. Selain inkonsistensi pada diri saya, faktor lain seperti penanganan atau tindak lanjut temuan yang tidak holistik juga turut melemahkan semangat saya. Temuan-temua terhadap pelanggaran siswa yang tidak mendapat penanganan yang sesuai akan mementahkan segala usaha yang telah dilakukan. Hal lain yang ikut menjadi kelemahan dalam penerapan budaya positif di sekolah saya,adalah minimnya pendanaan. Setiap program tentu akan berjalan dengan baik jika didukung oleh pembiayaan yang baik. 2. Apa perubahan yang akan saya lakukan untuk menerapkan budaya positif di sekolah/kelas? Perubahan yang akan saya lakukan untuk menerapkan budaya positif di sekolah/kelas adalah, antara lain; 1). Saya ingin membangun budaya berpikir kritis pada murid dan guru Ketika memecahkan masalah. Baik guru maupun murid, nantinya, mampu mengedepankan argumentasi, logika, serta analisis sebelum membuat keputusan. 2). Budaya 5S (Senyum, Salam,Sapa,Sopan, dan Santun). Semua warga sekolah menjadi icon budaya 5S. Budaya 5S diterapkan tidak hanya kepada tamu luar yang datang ke sekolah, melainkan juga antar warga sekolah. Halini bertujuan untuk menjalin kedekatan hubungan secara sosial emosional. 3). Disiplin. Semua warga sekolah bertanggungjawab pada kewajibannya, selalu siap melaksanakan tugas, serta selalu berorientasi pada prestasi. 4). Hargai waktu. Setiap warga sekolah sadar dalam menghargai waktu, seperti datang dan meninggaklan seklah tepat waktu dan menyelesaikan tugas tepat waktu. 5). Berpikir. berkata, dan bertindak positif (Integritas). Setiap warga sekolah memiliki integritas tinggi, seperti memiliki pikiran-pikiran/gagasan-gagasan positif yang mampu mengembangkan sekolah, menyampaikan gagasan-gagasan tersebut dalam Bahasa yang santun, serta melaksanakan gagasa-gagasa tersebut dengan tulus iklas dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga untuk kemajuan sekolah. 6). Belajar dengan aktif, kreatif,dan inovatif. Guru dan murid terbiasa menjadi pribadi pebelajar sepanjang hayat. Selalu menmpa diri dengan ilmu pengetahuan, dengan senang hati meningkatkan kompetensi serta selalu update dengan perkembangan teknologi informasi. 7).Cintai lingkungan. Lingkungan yang nyaman akan mendukung proses pembelajaran. Semua warga sekolah memiliki kebutuhan untuk merawat lingkungan, menjaga kebersihan sekitar, serta memiliki kesadaran untung merawat keberlangsungan lingkungan sehat dan nyaman. 3. Apa langkah pertama yang ingin saya lakukan untuk menerapkan budaya positif di sekolah/kelas? Langkah pertama yang ingin saya lakukan untuk menerapkan budaya positif di kelas adalah mengumpulkan murid-murid yang saya ajar melalui zoom meeting, serta menyampaikan tujuan pertemuan serta berbincang-bincang santai Bersama murid-murid terkait budaya positif sekolah yang dikemas dalam kesepakatan kelas. Untuk bisa menyerap aspirasi murid secara lebih maksimal, saya akan menyebarkan survey kebutuhan murid akan kelas dan suasana pembelajaran yang ideal melalui tautan google form. 4. Siapa sajakah yang dapat saya libatkan dalam pembentukan budaya positif di sekolah? Yang dapat saya libatkan dalam pembentukan budaya positif di sekolah adalah kepala sekolah,wakil kepala sekolah,Komite Sekolah, BK, wali kelas, guru mata pelajaran, Pembina OSIS, Pengurus OSIS, serta pengurus kelas. Koordinasi pertama adalah untuk menyampaikan tujuan dari penerapan budaya positif serta nilai-nilai yang ingin dikembangkan. Selanjutnya, mulai dari diri sendiri,saya memberikan contoh penerapan budaya positif dengan mengacu pada 4 komponen seperti; 5 posisi control guru, kesepakatan kelas, disiplin positif, serta budaya positif. Setelah berjalan di kelas-kelas yang saya ajar, selanjutnya saya perlu mengusulkan kepada kepala sekolah untuk dibuatkan tim Budaya Positif untuk selanjutnya Bersama-sama tim menyusun program kerja untuk bisa segera disosialisasikan panduan interaksi guru dan murid dalam mengembangkan budaya positif.

Selasa, 01 Juni 2021

Selasa, 27 April 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL1.1 Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Salam dan Bahagia Perkenalkan saya Ni Nengah Budiasih, CGP dari Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, kali ini saya akan menyampaikan kesimpulan dan refeksi pemikiran Ki Hajar Dewantara. Sebelum saya membaca modul1.1 ini, saya merasa pengetahuan saya tentang pendidikan sudah matang mengingat masa kerja yang saya miliki sudah banyak, ternyata saya keliru, banyak sekali konsep-konsep pendidikan yang belum saya pahami,seperti halnya konsepAmong, trikon, maupun tri pusat pendidikan serta trilogi pendidikan. melalui kesempatan ini, saya ingin berbagi dengan teman-teman pendidik maupun masyarakat umum tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam hal pendidikan. Ki Hajar Dewantara mendefinisikan Pendidikan sebagai proses memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hajar Dewantara (KHD) memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab, maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Proses pendidikan diibaratkan seperti seorang petani dengan tanaman padi yang ia tanam. Sang petani tidak akan mampu mengubah kodrat tanaman padi tersebut menjadi tanaman jagung. Ia hanya mampu memelihara dan merawat tanaman padi tersebut tumbuh subur menghasilkan panen yang berkwalitas unggul. Sama halnya dengan murid, seorang guru tidak bisa memaksa murid tersebut berubah menjadi apa yang diinginkan oleh guru maupun orang tua. Terkait hal ini Ki Hadjar Dewantara menerapkan sistem among, yaitu memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar mengenai sesuatu yang baik berdasarkan pengalamannya sendiri. Namun berada dalam pengawasan guru. Bagi KI Hajar Dewantara sebagai pendidik pertama-tama fungsinya adalah sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, KI Hajar memaknai sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan sistem among dengan gambaran bahwa guru harus berfikir, berperasaan, dan bersikap. Bagi Ki Hadjar Dewantara guru memiliki peranan penting dalam mendidik anak sehingga memiliki kualitas terbaik yang diharapkan. Hal ini juga digambarkan K.I Hajar Dewantara dalam semboyan Ing Ngarsa Sung Tulada, berarti ketika pendidik berada di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh dengan tindakan yang baik, kemudian pendidik membangun suatu etos kerja yang positif yaitu menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Tut Wuri Handayani, dari belakang seorang pendidik harus dapat memberikan dorongan dan arahan. Kemudian, Ing Madya Mangun Karsa pada saat di antara peserta didik, pendidik harus menciptakan prakarsa dan ide. Konsep pendidikan Among Ki Hadjar Dewantara ditawarkan sebagai solusi terhadap distorsi-distorsi pelaksanaan pendidikan akibat pengaruh globalisasi informasi dan teknologi yang pesat dan massive serta sulit dibendung. Ki Hadjar Dewantara mengatakan hendaknya usaha kemajuan dalam pendidikan ditempuh melalui petunjuk TRIKON, yaitu kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri, konvergen dengan alam luar, dan akhirnya bersatu dengan alam universal, dalam persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian sendiri. Konsep kontinyu ini mengandung makna bahwa kondisi yang baik tidak bisa terwujud dengan sekali tindakan melainkan memerlukan perencanaan yang matang dan usaha yang berkelanjutan untuk terus berkembang nilai-nilai kebaikan. Konvergen. Artinya pengembangan yang dilakukan dapat mengambil dari berbagai sumber di luar, bahkan dari praktik pendidikan di luar negeri. Seperti yang dilakukan oleh Ki Hadjar ketika mempelajari berbagai praktik pendidikan dunia misalnya Maria Montessori, Froebel dan Rabindranath Tagore. Praktik-praktik tesebut dapat kita pelajari untuk nantinya disesuaikan dengan kebutuhan yang kita miliki sendiri. Saat ini teknologi informasi telah sedemikian canggih sehingga guru atau kepala sekolah dapat mempelajari berbagai kemajuan pendidikan dari mana saja dan kapan saja. Konsentris. Artinya pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri. Tujuan utama pendidikan adalah menuntun tumbuh kembang anak secara maksimal sesuai dengan karakter kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu meskipun Ki Hadjar menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain, namun tetap semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai pusatnya. Selain menerapkan konsep Among dan trikon dalam proses pendidikan, konsep budi pekerti juga mendasari pemikiran Ki Hajar Dewantara. Beliau menyebutkan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. unsur-unsur tersebut dalam Taman siswa tidak boleh dipisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya Terciptanya budi pekerti luhur merupakan harapan besar dari setiap pendidik maupun orang tua peserta didik. tetapi pembentukan dan pembinaan akhlak atau budi pekerti merupakan tugas dan tanggung jawab yang sangat besar bagi setiap pendidik. untuk membentuk dan membina budi pekerti yang baik itu diperlukan adanya metode yang efektif agar tujuan pendidikan yaitu terbentuknya budi pekerti luhur itu dapat tercapai. Tujuan pendidikan ini juga tertuang dalam program Kemendikbud yakni membuat kurikulum pendidikan berbasis pancasila yang diberi nama Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila ini terdiri dari enam fokus antara lain Beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia yang terdiri dari lima elemen yaitu akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam dan akhlak bernegara. Selanjutnya adalah berkebhinekaan global, artinya pelajar Indonesia walaupun bersaing hingga taraf internasional tetapi juga harus mengimplementasikan budaya luhur bangsa dan nilai-nilai yang menjadi pedoman bangsa. Bergotong royong adalah adalah salah satu fokus profil pelajar pancasila selanjutnya, Gotong royong merupakan budaya Indonesia dari zaman dahulu. Dalam hal ini diharapkan pelajar Indonesia memegang sifat gotong royong dalam dirinya, karena dengan gotong royong maka kita bisa menyelesaikan masalah negara bersama-sama. Selanjutnya adalah mandiri. Apabila sebelumnya kita dituntut untuk bergotong royong, maka kita juga perlu mengimbangi dengan cara menumbuhkan rasa mandiri untuk tetap percaya kepada diri kita bahwa kita mampu untuk melakukannya terlebih dahulu baru apabila mendapati kendala kita dapat meminta tolong kepada orang lain. Selanjutnya adalah bernalar kritis. Ciri pelajar pancasila yang diharapkan adalah kemampuan untuk selalu kritis dalam menghadapi keterbukaan informasi yang cepat yang keabsahannya dipertanyakan. Apabila tidak berpikir kritis, informasi yang tidak benar bisa menjadi boomerang untuk pelajar pancasila. Terakhir adalah kreatif, dalam menjawab tantangan cepatnya perkembangan zaman selain kita dituntut untuk adaptif kita juga harus imbangi dengan kreatif. Dengan kreatif kita tidak hanya akan menjadi pengikut yang pasif tetapi kita juga bisa menjadi pelajar yang aktif dalam menciptakan inovasi-inovasi yang baru. Untuk mewujudkan profil pelajar pancasia itu, Ki Hadjar Dewantara mengajukan beberapa konsep pendidikan yang salah satunya adalah Tri Pusat Pendidikan: (1) pendidikan keluarga; (2) pendidikan dalam alam perguruan; dan (3) pendidikan dalam alam pemuda atau masyarakat. Sejatinya pendidikan berlangsung setiap saat,dimana saja, dan dengan siapa saja. Dan sebelumanak mengenyam pendidikan di sekolah, mereka sejaklahir sudah digembleng dalam keluarga, dan di masyarakat. Teman-teman yang Budiman, setelah saya embaca dan memahami isi modul 1.1, saya sadar akan kekurangan saya, dan bersedia untuk berubah menjadi lebih baik dengan menerapkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan selama pendidikan CGP ini. Hal-hal yang jelas yang akan sedang saya siapkan adalah menerapkan konsep-konsep pendidikan buah pikiran Ki Hajar Dewantara di kelas-kelas yang saya ajarkan. Seperti memberikan kebebasan kepada murid saya untuk memilih cara belajar yang merwka sukai sehingga kebahagiaan anak menjadi tujuan dari pendidikan yang saya lakukan.Berusaha menerapkan sistem Among dalam pendidikan di mana guru dengan tulus iklas dan penuh kasih saying mendampingi tumbuh kembang murid. Menjunjung tinggi ketiga semboyan Ki Hajar Dewantara, yakni Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Memperhatikan konsep trikon dalam pelaksanaan pendidikan, serta mengembangkan budi pekerti berbasis kebudayaan lokal untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Semua pemikiran Ki Hajar Dewantara ini harus sudah tercermin dalam desain pembelajaran yang saya buat, dan tentunya saya laksanakan di kelas-kelas yang saya ajar. Demikian yang bisa saya sampaikan mengenai koneksi materi modul 1.1, Akhir kata, saya tutup dengan permohonan maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan.

Jumat, 17 Juli 2020

Will

We normally use WILL to speak about the future. It is always combined with another verb.

Since WILL is classified as a modal verb (like can, would, could, should) it has the same characteristics:

  1. It does not change in the third person (i.e. he, she, it)
  2. It is always combined with another verb in the base form (i.e. without 'to')
  3. We don't use it with 'Do' in questions or negatives.

Examples of Will:

  • I will go to the cinema tonight.
  • He will play tennis tomorrow.
  • She will be happy with her exam results.
  • They will take the bus to the South next week.

 

When to use WILL

We use WILL in the following circumstances:

1. For things that we decide to do now. (Rapid Decisions)

This is when you make a decision at that moment, in a spontaneous way.

  • I'll call a taxi for you.
  • I think we'll go right now. (I just decided this right now)
  • Which one? Um, I will have the chicken sandwich please.

2. When we think or believe something about the future. (Prediction)

This can be based on personal judgement or opinion.

  • The President will not be re-elected at the next election.
  • I think it will rain later so take an umbrella with you.
  • I think you will find the movie interesting.

Notice how you often use "I think..." before the subject + will.

3. To make an offer, a promise or a threat.

  • You look tired. I'll finish the dishes for you.
  • I will do my best to help you.
  • If you say anything I will kill you!
  • I will have it ready by tomorrow.
  • I'll drive you to work if you want.
  • Don't worry, I won't tell anyone. (won't = will not)

4. For a habit that is a predictable behaviour

  • My daughter will fall asleep as soon as she is put into bed.
  • He will give up if he starts losing. He always does that.

5. You use WON'T when someone refuses to do something.

  • I told him to clean his room but he won't do it.
  • She won't listen to anything I say.

Negative Sentences with WILL

In the negative, we add NOT to the end of WILL and not to the main verb. (= will not)

Examples:

  • I will not be in the office tomorrow. (correct)
    I will be not in the office tomorrow. (Incorrect)
  • They will not stay here. (correct)
    They will stay not here. (Incorrect)

Contractions

It is possible to use contractions in both positive and negative sentences.

With positive contractions WILL becomes 'LL and is joined to the subject:


Positive
Contraction

 

Negative Contraction

I will

I'll

I will not

I won't

You will

you'll

You will not

you won't

He will

he'll

He will not

he won't

She will

she'll

She will not

she won't

It will

it'll

It will not

it won't

We will

we'll

We will not

we won't

You will

you'll

You will not

you won't

They will

they'll

They will not

they won't

Should

SHOULD + V1, SHOULD + V-ing, SHOULD + Have V-3

Should is a modal verb.

After Should you use the base form of the infinitive (= verb without To e.g. Go instead of To Go)

Should + Verb (base form of infinitive)

e.g. You should go now (do not say: You should to go now.)

1. To give advice, a recommendation or a suggestion

This is to say that it is the right thing to do or the correct thing.

  • Does your tooth still hurt? You should make an appointment with the dentist.
  • I think you should study for the test so that you don't fail.
  • Your hair is too long. You should get a haircut.
  • You really should go to the new restaurant on Main Street.

2. Expresses that a situation is likely in the present

  • Mary should be at home by now. Give her a call.
  • He should have the letter by now. I sent it a couple of weeks ago.

3. Expresses that a situation is likely in the future (prediction)

  • They should win the game because they are a much better team.
  • I posted the cheque yesterday so it should arrive this week.
  • It should be fine tomorrow.

4. Expresses an obligation that is not as strong as Must.

Sometimes Should is used instead of Must to make rules, orders or instructions sound more polite. This may appear more frequently on formal notices or on information sheets.

  • On hearing the fire alarm, hotel guests should leave their room immediately.
  • Passengers should check in at least 2 hours before departure time.
  • You should never lie to your doctor.
  • You should pay more attention in class.
  • You should be at work before 9.

All of the above example sentences can have must instead of should making the obligation stronger and less polite.

 

5. Was expected in the past but didn't happen (should + have + past participle)

This expresses the idea that the subject did not fulfill their obligation in the past or did not act responsibly.

  • You should have given your boss the report yesterday when he asked for it.
  • I should have studied more but I was too tired.

6. Not fulfilling an obligation (should + be + verb-ing)

This expresses the idea that the subject is not fulfilling their obligation or is not acting sensibly.

  • You should be wearing your seatbelt. (The person isn't wearing one right now)
  • We should be studying for the test. (We are not studying right now and we should)

7. Sometimes should is replaced by ought to without a change in meaning. Note that ought to sounds more formal and is used less frequently.

  • You ought to study more. (= you should study more)
  • He ought to go home. (= He should go home)
  • They ought to stop doing that. (= They should stop doing that)

Shouldn't

We use shouldn't to advise not to do something, usually because it is bad or wrong to do.

  • You shouldn't throw your litter onto the street.
  • We shouldn't leave without saying goodbye.
  • He shouldn't play with those wires if he doesn't know what he is doing.
  • Are you tired? You shouldn't work so much.
  • You shouldn't talk like that to your grandmother.